Sulit itu

Semua bungkam soal sistem. Dipersulit adalah hal yang kita rasakan. Menunggu hingga kita benar-benar salah dan terdamprat oleh permainan deadline dan perintah. Seolah kita tak memusingkan apa isi dan esensi ilmu yang sedang kita hayati, tetapi hanya was-was terhadap apa yang akan terjadi, apa yang akan membuat kita salah lagi. Sepertinya tak usah kita mengharapkan kesempurnaan karena kita disini serasa dicerca oleh masa lalu mereka yang kelam. Seolah melampiaskan dan tanpa sengaja selalu menjejali kita dengan kisah gelap masa silam mereka. Kita? Tidak ada kata tidak menerima. Kita juga harus menerima yang setimpal. Yang sama berat namun untuk itu harus dibuat lagi sesuatu yang lebih mempersulit kita.

Tujuannya agar kita semua saling mengingatkan dan membantu. Pada realitanya kita hanya akan saling memendam kekesalan dan kejenuhan akan semua ini. Saling menyalahkan tak saling mengingatkan. Tidak mau tahu tak saling memahami. Membuat kita layaknya ikan laut yang tersesat di sungai berair tawar. Tak berdaya. Inginkan lagi nafasnya kembali penuh sesak oleh garam, inginkan lagi kita merasa bahagia dalam menjalankan tugas kita. Mustahil rasanya. Sungguh aku tak tahu apa yang harus aku lakukan sekarang. Semuanya terasa sulit dan aku benci.

Disuatu waktu aku hanya membenci diriku yang selalu merasa tak sanggup. Aku benci aku yang lemah dan mudah menyerah. Aku benci ketika pikiran ini terdesak dan terpojokkan oleh aku yang tidak becus melakukan semua sendiri. Aku berpikir aku telah salah menilai semuanya. Aku hanya ingin kembali tidur bersama kegilaan ku. Melupakan semuanya tapi untuk selamanya. Tak mau lagi aku terbangun jika yang ada dihadapanku kembali lagi keriuhan hidup yang membuat batin ku  tersayat. Aku lemah dan tak ada yang menguatkan aku. Aku hanya takut akan semuanya yang membawaku terus pada keadaan mimpi buruk ini.

Minggu ini adalah hari-hari terburuk selama hidupku yang masih singkat ini.

Standarisasi korektor yang berbeda membuat ketidakadilan memenuhi suasana hari-hari di kampus tercinta. Mudah dan sulit seolah kita mengejar dan was-was pada siapa yang akan menjadi korektor kita, bukan pada ilmu yang akan kita serap.  Mengapa berbeda. Kita dibuat saling iri dan dipersulit. Cukup. Aku akan pasrah. Ingin rasanya keluar tapi tak kutemukan pintu menuju kebebasan yang ada hanya lorong tak berujung tak berpintu dan tak akan pernah kita bisa lepas dari nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hymne SMA Trimurti Surabaya

my yogurt philosophy

Oplosan Dry Food Kucing - Review Pakan Kucing