Umur 30 Tahun ini
Ternyata seberat itu berada di kenyataan bahwa diri sendiri belum sukses. Kadang aku berusaha buat menguatkan diriku sendiri kalau memang setiap orang punya timeline hidupnya masing-masing. Tapi ketika kita berada di dalam kehidupan sosial dengan strata sosial pribadi yang menurut orang lain kita belum sukses, diri ini benar-benar merasa rendah. Aku cuma mau nangis aja merasakan emosiku saat ini. Kemarin-kemarin aku sudah berusaha mengatur pikiranku untuk jangan terlalu ambil serius, jangan terlalu dipikirkan, cukup hadapi saja, tapu setelah benar-benar aku hadapi, dadaku terasa sesak, tiba-tiba sakir dan mengalirlah air mataku. Aku menenangkan diriku sendiri, memberikan pemakluman bahwa tidak apa-apa untuk menangis saat ini, setelahnya kamu harus bisa lebih fokus melihat kedepan. Menemukan dan melakukan hal-hal yang lebih penting untuk kelangsungan hidupku pribadi, ruang lingkupku pribadi dan khususnya untuk keluargaku sendiri. Aku harus berperan seperti apa dalam keluargaku saat ini. Aku harus memenuhi kebutuhan keluargaku seperti apa.
Sebelum bulan puasa dan setelah lebaran ini, aku lebih menekankan pada diriku untuk aku lebih fokus pada karir atau cita-cita yang ingin aku wujudkan. Karena ternyata, hidup dalam posisi yang sepertinya tidak bekerja benar-benar dipandang orang sangat rendah. Dulu aku sempat berpikir, okelah untuk kerja sampai nanti aku bisa menikah dan hidupku ditanggung oleh suamiku. Maka dari itu aku mencari calon suami yang benar-benar bisa menanggung aku dari segi finansial, passion dalam pekerjaan/hobi, yang aku kira benar bisa nanti menanggung aku dan keluargaku tidak khawatir nantinya. Tapi ternyata tidak semudah itu juga, mungkin rasanya aku mempertahankan hubungan dengan dalih aku mengejar status sosial dan finansialnya saja. Tanpa sadar dari segi hati dan perasaan aku merasa kosong/ tidak merasa dicintai, maka aku juga tidak bisa mencintai dia. Tidak bisa menemukan titik dimana kita bisa satu tujuan. Di sisi lain, dia diam-diam mengoreksi segala gerak-gerik dan perilakuku yang mungkin semakin lama semakin jauh dari kata "istri idaman". Tak berapa lama dia lah yang memilih untuk berpisah dan meninggalkan aku. Hanya lewat sebuah panggilan telfon di malam itu. Entah kenapa masih terasa sakit dan traumanya sampai sekarang. Trauma dicampakkan. Tak apa. Aku berusaha bangkit kembali. Karena aku merasa aku adalah wanita yang punya nilai dan layak untuk dicintai.
Setelah beberapa bulan kemudian, aku kembali membuka hati dan berusaha untuk menjemput jodohku dan Alhamdulillah, aku berkenalan dengan seorang laik-lai yang mungkin hidupnya sederhana, tapi aku bisa merasakan ketulusan hatinya dalam mencintaiku. Semua yang dia lakukan terhadapku, semata-mata dia lakukan untuk membuat aku bahagia. Sampai saat ini aku sangat berterimakasih kepada dia karena sudah mencintaiku dengan sangat tulus. Tapi entah kenapa, rasanya ujian itu selalu ada. Dari pihak keluarga dia ternyata masih menganggap dia belum mumpuni untuk membina rumah tangga, karena dia belum punya pekerjaan dengan gaji yang dirasa cukup untuk membangun rumah tangga. padahal aku sama sekali tidak mempermasalahkan itu, karena posisiku saat itu aku masih bekerja. Selama masih bisa bersama, aku yakin aku bisa menjalani rumah tangga meski harus berjalan pelan-pelan bersama. Diberikanlah solusi yang tidak terelakan. Dia harus melakukan perkerjaan yang nantinya membuat kita harus berpisah dahulu, sebelum menikah. Pada awalnya aku tidak setujua karena aku tahu aku tidak pernah membayangkan dalam hidupku, harus berpisah dengan pasanaganku sejauh dan selama itu. Setelah kuliah dulu aku pernah punya visi kedepan untuk mencari pasangan yang sama-sama orang surabaya, yang sama-sama tidak jauh dari orang-tua. supaya tidak ada yang harus berkorban. Tapi apalah, kehendak Allah, aku dihadapkan pada urusan yang sangat ingin aku hindari, karena sadar aku tidak akan mampu menjalaninya.
Sudah satu tahun hampir dua tahun belakangan ini, aku bergulat dengan pikiranku sendiri, entah kapan aku bisa ihklas menerima keadaan ini, Di dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku masih tidak ikhlas jika hal itu benar-benar terjadi. Sampai hari inipun nyatanya belum ada perkembangan mengenai kelanjutan pekerjaan tersebut. Untuk meredan perasaanku sendiri, aku sekarang berusaha lebih fokus memperbaiki keadaan ku sendiri. Karena mungkin saja halangannya ada padaku. Mungkin saja keluarganya yang tidak setuju dia menikah denganku sehingga baru muncul lah ide bahwa dia harus sukses dulu, seperti standart sukses mereka. Sejak itu juga hatiku semakin penuh dengan keraguan, apakah aku bisa menjalani ini nanti. Aku harus berusaha sebagaimana supaya keinginanku bisa tercapai. Dia pun dalam posisi yang tidak bisa ku tuntut apa-apa. Aku pernah ada di posisi, aku benar-benar ingin menikah. Tapi untuk saat ini, aku buang jauh-jauh pikiran itu.
Sekarang yang aku tahu, aku harus fokus pada kesuksesanku pribadi, jadi wanita yang punya isi, punya nilai yang mana ternyata tidak lain dan tidak bukan, orang-orang menilai seseorang dari strata sosial, harta tahta dan kekayaan semata. Itu sangat nyata. Benar-benar kita itu dinilai dari harta. Kalau sekarang aku mau menikah, yang harus aku lakukan aku harus mengejar posisi dimana aku bisa sampai pada kemerdaan finansialku suoaya orang-orang tidak ada yang bisa menghalangiku untuk mewujudkan apa yang aku inginkan. Sehingga orang-orang tidak merendahkanku dan menganggap aku tidak mampu dan belum pantas di posisi itu. Aku ingin bisa karena usaha ku sendiri. Aku ingin membutuhkan sejauh mana aku bisa mewujudkan impian dan cita-citaku secara detail semua yang sesuai keinginanku, tanpa ada siapapun yang menyangkal keputusanku. Apapun resikonya. Jika memang saat ini aq belum pantas untuk menikah karena ku sendiri belum merdeka secara ekonomi, belum kaya. Sekarang yang aku ingin lakukan adalah, segala usaha dan upaya apa saja yang bisa aku lakukan untuk memperkaya diriku, mengais rezeki sekeras mungkin sampai nanti aq mampu membiayai pernikahanku, punya rumahku sendiri, dan lelaki terbaik dan tulus padaku nanti bisa menghargai aku sebaik itu dengan segera menikahiku.
Aku kira jadi wanita hanya cukup berusaha jadi baik, tidak aneh-aneh duduk diam saja yang penting cantik, sabar dan baik. orang-orang di luar sana yang mungkin kualifikasinya tidak seperti aku, bisa dipercaya oleh Allah untuk dipertemukan dengan jodoh yang mensegerakan untuk menikahi dia. Kakakku sendiri yang sudah nyata masih kekurangan hidupnya, tapi bisa dan diberi rezeki oleh Allah untuk berada dalam sebuah pernikahan. Sampai-sampai kadang aku ragu pada diriku sendiri, apakah aku tidak seberharga itu untuk bisa disegerakan untuk dinikahi. Ya Allah, aku hanya bisa memohon banyak kesabaran untuk diriku.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar jika apa yang kamu lihat dan baca menimbulkan beberapa kritik dan saran :D