Saat untuk Tak Peduli
Ada waktu dimana kamu dituntut untuk menjadi peka terhadap keadaan. Memaksa diri untuk menyesuaikan dengan yang lain. Dari segi apapun, terkadang semua dikonotasikan menjadi sebuah paksaan. Paksaan demi paksaan selanjutkan semakin menghantui hati kita. Karena kita terlalu takut untuk peduli. Apakah arasa peduliku cukup berharga untuk mereka? Apakah aku hanya akan mendapat kesia-saiaan dari rasa peduli kita? Saat kamu berharap bahwa rasa pedulimu atau perhatianmu adalah sesuatu yang bisa kamu dapatkan kembali dari mereka, maka saat itulah kamu sedang memukuli kakimu sendiri, semakin hari semakin kuat harapanmu, semakin keras pula pukulanmu. Sampai suatu hari, tulang kakimu remuk tak bersisa, kamu tak mampu berjalan lagi, karena terbunuh oleh harapan dan ekspektasimu sendiri. Ketika seluruh perhatianmu pergi, orang yang kamu perhatikan sudah terbang tanpa jejak.
Karena ikhlas ngga akan kamu dapatkan hanya karena kamu mengucapkannya. Untuk beberpa orang, keikhlasan hati dapat diamalkan melalu jalan yang cukup panjang. Aku pernah, dalam setiap malamku aku berkata, "apa yang aku alami hari ini, sudah aku ikhlaskan dalam hati. Besok saat aku membuka mata lagi. Segala kesahku akan terkubur jauh sampai aku lupa untuk menyesalinya". Terus dan terus berulang seperti itu, itu caraku untuk menjadi pribadi yang ikhlas dulu. Tapi ternyata tanpa aku pikirkan, hatiku tetap menyimpan seluruh kesahku yang sudah sangat menggunung. Mengoyak jiwaku yang semakin lemah, sampai aku termakan oleh pikiran gagalku sendiri. Aku menjadi hancur tak sanggup berdiri. Rasanya aku tak hidup lagi di tubuh ini,
Dalam keterpurukan itu, hanya tangis yang mampu menyembuhkanku. Aku berkata aku kuat, namun banjir air mataku sudah mengantri di ujung mataku. Menunggu hatiku untuk kembali menggandeng tangan pikiranku agar mereka sanggup berjalan bersama lagi. Rasa-rasanya, jalan menuju diantaranya sudah roboh, untuk menyambung kembali pikiran dan hatiku, setiap hari aku hanya sanggup menangis dalam sholat, menangis dalam doa. Hanya itu. Ketika tangis ku dapat bersuara, sedikit demi sedikit kukumpulkan logika-logika ku sendiri. Logika ku yang selama ini hilang bersama retaknya isi kepalaku, Aku mengais-ngais lagi logikaku yang baik itu, Sembari ku cabut paku2 kegilaan yang ada disekujur tubuhku. Pikiran-pikiran tidak penting yang sudah menusuk ku dari berbagai arah. Aku berharap, suatu hari ikatan hati dan pikiranku semakin kuat, agar dapat aku membedaan mana yang pantas kulakukan dan mana yang tidak demi kebaikan ku sendiri.
Maka, akan ada saatnya kita tak peduli. Tak peduli pada bisikan-bisikan yang menjerumuskan kita pada kubangan lumpur. Tak peduli pada pandangan orang lain yang kita buat sedemikian menyeramkan itu, yang padahal semuanya hanyalah ilusi. Sebelum terkatakan dan terbukti, janganlah percaya pada suara-suara yang menjatuhkanmu. Sesegera mungkin carilah kemana logika baikmu bersembunyi, carilah sebanyak mungkin motivasi baik untuk mempererat hati dan pikiranmu. Agar mereka mampu membuatmu tetap betahan pada pikiran terbaikmu, tindakan tgerbaikmu dan kehidupan sadarmu.
Karena ikhlas ngga akan kamu dapatkan hanya karena kamu mengucapkannya. Untuk beberpa orang, keikhlasan hati dapat diamalkan melalu jalan yang cukup panjang. Aku pernah, dalam setiap malamku aku berkata, "apa yang aku alami hari ini, sudah aku ikhlaskan dalam hati. Besok saat aku membuka mata lagi. Segala kesahku akan terkubur jauh sampai aku lupa untuk menyesalinya". Terus dan terus berulang seperti itu, itu caraku untuk menjadi pribadi yang ikhlas dulu. Tapi ternyata tanpa aku pikirkan, hatiku tetap menyimpan seluruh kesahku yang sudah sangat menggunung. Mengoyak jiwaku yang semakin lemah, sampai aku termakan oleh pikiran gagalku sendiri. Aku menjadi hancur tak sanggup berdiri. Rasanya aku tak hidup lagi di tubuh ini,
Dalam keterpurukan itu, hanya tangis yang mampu menyembuhkanku. Aku berkata aku kuat, namun banjir air mataku sudah mengantri di ujung mataku. Menunggu hatiku untuk kembali menggandeng tangan pikiranku agar mereka sanggup berjalan bersama lagi. Rasa-rasanya, jalan menuju diantaranya sudah roboh, untuk menyambung kembali pikiran dan hatiku, setiap hari aku hanya sanggup menangis dalam sholat, menangis dalam doa. Hanya itu. Ketika tangis ku dapat bersuara, sedikit demi sedikit kukumpulkan logika-logika ku sendiri. Logika ku yang selama ini hilang bersama retaknya isi kepalaku, Aku mengais-ngais lagi logikaku yang baik itu, Sembari ku cabut paku2 kegilaan yang ada disekujur tubuhku. Pikiran-pikiran tidak penting yang sudah menusuk ku dari berbagai arah. Aku berharap, suatu hari ikatan hati dan pikiranku semakin kuat, agar dapat aku membedaan mana yang pantas kulakukan dan mana yang tidak demi kebaikan ku sendiri.
Maka, akan ada saatnya kita tak peduli. Tak peduli pada bisikan-bisikan yang menjerumuskan kita pada kubangan lumpur. Tak peduli pada pandangan orang lain yang kita buat sedemikian menyeramkan itu, yang padahal semuanya hanyalah ilusi. Sebelum terkatakan dan terbukti, janganlah percaya pada suara-suara yang menjatuhkanmu. Sesegera mungkin carilah kemana logika baikmu bersembunyi, carilah sebanyak mungkin motivasi baik untuk mempererat hati dan pikiranmu. Agar mereka mampu membuatmu tetap betahan pada pikiran terbaikmu, tindakan tgerbaikmu dan kehidupan sadarmu.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan berkomentar jika apa yang kamu lihat dan baca menimbulkan beberapa kritik dan saran :D